Kenapa Seseorang Perlu Terapi Luka Batin
Seseorang perlu terapi luka batin karena luka batin — seperti trauma, rasa ditolak, kehilangan, atau pengalaman masa lalu yang menyakitkan — bisa diam-diam memengaruhi banyak aspek hidupnya: cara ia melihat diri sendiri, membangun hubungan, mengambil keputusan, hingga merasakan kebahagiaan.
Kalau luka batin ini tidak diproses, seringkali muncul dalam bentuk:
Overthinking atau kecemasan berlebihan
Ledakan emosi seperti marah atau sedih tanpa alasan jelas
Sulit percaya orang lain
Perasaan kosong atau kehilangan arah
Masalah kesehatan fisik, karena emosi yang dipendam lama-lama bisa melemahkan tubuh
Terapi membantu seseorang memahami, menerima, dan menyembuhkan luka itu. Dengan begitu, dia bisa:
Menjalani hidup dengan lebih ringan
Membangun hubungan yang sehat
Mengenal dirinya dengan lebih dalam
Memberi makna baru terhadap pengalaman pahit yang pernah dialami
Kadang, luka batin nggak langsung terasa besar, tapi tetap ada di bawah permukaan. Itu sebabnya, terapi bisa jadi cara aman untuk “membersihkan” hati perlahan.
Kenapa Seseorang Perlu Terapi Luka Batin
Rezeki kesehatan yang sudah Tuhan berikan merupakan hal yang harus seseorang terima karena BATINnya sangat menentukan kemudahan rezeki itu tertarik atau datang. Karena batin itu sendiri adalah Qolbu atau Jantungmu yang sangat mempengaruhi rezeki kesehatan, Uang, Rumah Tangga bahkan realsi usaha atau bisnismu. Batin juga tempat menyimpan luka secara permanen dan jangka panjang jadi sangat mempengaruhi rezeki mu. Luka Batin apa yang mempengaruhi seseorang terhambat rezekinya, seperti CEMAS ;
Seseorang yang sedang cemas: Di bawah cahaya lampu jalan yang temaram, seorang pria duduk sendiri di bangku taman saat malam. Bahunya sedikit membungkuk, tubuhnya tampak tegang. Ia meremas tangannya erat-erat di pangkuan, seolah mencoba menenangkan dirinya. Matanya terbuka lebar, menatap kosong ke depan, tapi jelas menyimpan rasa takut dan gelisah yang dalam. Nafasnya tampak pendek, tidak stabil. Di sekelilingnya, suasana sepi, hanya ada bayangan pohon dan suara angin malam yang dingin, memperkuat rasa kesendiriannya. Di wajahnya terlihat beban yang berat—bukan karena sesuatu yang baru saja terjadi, tapi karena kecemasan yang sudah menumpuk lama. Ia tampak terperangkap dalam pikirannya sendiri, berusaha keras melawan kekhawatiran yang tak kunjung pergi.
